DUNIA TRIK GRATIS ADA DISINI !!!

*Selamat Datang Di blog Punya Adiarto...Bebas Pikiran Semoga Bermanfaat!!!*

Senin, 07 Desember 2009

Brazil Merenda cita-cita Piala Dunia

Brasil hingga tahun 1970 adalah satu-satunya negara yang memenangkan Piala Dunia tiga kali.



Tim Brasil selalu diperkuat dengan bintang-bintang sepakbola kelas dunia

Sejak itu sebagai negara paling sukses di Piala Dunia, mereka mengira bahwa untuk menjadi juara dunia yang diperlukan hanyalah hadir ke putaran final. Pemain sepakbola Brasil menganggapnya demikian, begitupun publik sepakbola Brasil.

Toh mereka selalu hadir dengan bintang-bintang sepakbola yang membuat dunia terkagum-kagum. Mereka selalu menghadirkan permainan yang indah.

Tidak mungkin dewa sepakbola mengingkari hak mereka untuk menjadi juara dunia kapan mereka mau.


Tetapi itu adalah mimpi, ilusi. Mereka lupa Brasil meraih tiga piala sebelumnya bukan hanya karena kehebatan pemainnya, tapi juga karena menyusun strategi yang tepat, bekerja keras, dan -tak bisa dipunkiri- mendapat naungan dewi keberuntungan.

Selama 20 tahun mereka beranggapan bahwa nasib Brasil adalah meraih Piala Dunia.

Namun tahun 1994 Carlos Alberto Parreira hadir dan situasinya jadi berbeda. Secara terbuka dia menegaskan bahwa tekhnik yang tinggi dan ketrampilan yang memukau tidaklah cukup. Brasil harus mengerti cara bertahan dan membutuhkan seorang komandan pertahanan.


Parreira yang membawa paradigma pertahanan kepada tim samba Brasil
Parreira memanggil pemain -yang dalam khasanah sepakbola Brasil saat itu- tergolong anomali: Dunga. Anomali di sini adalah dalam pengertian berbeda dengan pemain Brasil yang selalu bernaluri menyerang, tak terkecuali pemain bertahannya, maka naluri utama Dunga adalah bertahan.

Dunga tidak sekadar menjadi komandan pertahanan. Ia dijadikan kapten.

Menurutnya denyut nadi permainan Brasil adalah soliditas pertahanan dan Parreira paham bahwa dengan pemain yang ia miliki maka Brasil mempunyai cukup amunisi untuk melakukan serangan, kapanpun berkehendak.

Ia dimaki, dikritik, dicerca oleh publik sepakbola Brasil. Ia dianggap mengkhianati sepakbola samba Brasil yang selalu menyerang dan indah. Ia tak peduli.

Para pemain Brasil harus berlatih keras untuk memenuhi pola permainan gaya Parreira. Bahkan mengubah paradigma permainan untuk lebih mementingkan kemenangan ketimbang permainan indah.

Keindahan bagi Parreira akan datang seiring dengan kemenangan. Toh pada akhirnya permainan indah Brasil tidak hilang sama sekali.

Parreira bersandar pada cita-cita memenangkan Piala Dunia bukan mimpi. Ia kembali ke persyaratan dasar untuk mewujudkan cita-citanya: strategi, akal, kemauan, dan keteguhan untuk mengubah paradigma permainan sepakbola Brasil demi memenangkan Piala Dunia.

Tahun 1994 di Amerika Serikat, di bawah manajer Parreira, Brasil meraih Piala Dunia yang keempat. Saat itu, baru Brasil yang pertama kalinya meraih Piala Dunia sebanyak empat kali.

Gaya permainan Parreira yang menyeimbangkan pertahanan dan penyerangan juga menjadi landasan permainan yang membawa Brasil masuk final Piala Dunia 1998 di Prancis dan juara Piala Dunia 2002 di Jepang dan Korea Selatan.

Pesta sepakbola Piala Dunia yang digelar setiap empat tahun sekali menawarkan mimpi sekaligus cita-cita bagi yang terlibat didalamnya.

Celakanya banyak negara yang tidak bisa membedakan apakah mereka sedang bermimpi atau bercita-cita menjadi juara dunia. Bahkan ketika mereka tidak mempunyai sejarah dan potensi pemain sehebat Brasil.

Dari yang lolos ke Piala Dunia 2010 Afrika Selatan kali ini, manakah yang sedang merenda cita-cita atau sekadar bermimpi?
____________________________________________

Artikel Terkait



0 Comment:

Posting Komentar

Jangan bikin spam disini ya,meskipun bebas tapi teratur oke?? Sopan dan beradab